(Oleh : Bayu Indrawan)
Aku
tidak menemukan kepak sayapnya yang gemulai mengarungi awan
Dimana
ia yang seharusnya bergelut dengan arak gemawan?
Aku
tengah berjalan telusuri hutan belantara, melewati alang-alang
Lalu
aku mendengar suara rintihan yang layu...
Desiran
angin mendekapku, memberiku petunjuk dimana suara itu berasal.
Lalu
aku kembali berjalan mengikuti arah angin.
Aku
menemukannya dibalik perbukitan tinggi di dasar lembah yang terdalam...
Ia
meringkik terkikis, hancur bagai serpihan kaca berserakan dan lambat laun lumat
dihempas oleh angin.
Aku
mendekatinya, kemudian ia menatapku lekat-lekat... aku tak tau apa maksudnya,
Hanya
menduga dia mengisyaratkan ratapan-ratapan jiwanya...
Dia
mengemukakan alasan yang membuat dirinya terbaring ditengah kesunyian
Dia berkata
bahwa penantian terlalu lama memenjarakannya di dalam jeruji kesepian
Dan
keheningan telah lama menyelimutinya di dalam kegelapan malam
Maka
ia tidak mampu lagi menyampaikan ratapan-ratapan jiwanya pada angin
Hanya
berkaca pada gemerlap bintang-bintang untuk menyampaikan isyaratnya pada danau.
Lalu
ia berkata tentang prinsip dari pualam, ketegaran yang kosong dan harus hancur
karena kelembutan embun.
Ia
bersembunyi demi kesahajaan, menunggu kabar yang di sampaikan malam
Dan
menyudutkan diri kala ia bahagia. Dia tak lagi dapat mengepakkan sayapnya untuk
mengarungi roman kehidupan.
Tak
mampu lagi mengikuti jejak matahari. hanya berhayal mematung di tengah
lembayung yang terlukis oleh sang surya.
No comments:
Post a Comment