PEMBELAJARAN
MENULIS NARASI DENGAN MENGGUNAKAN METODE BELAJAR MANDIRI PADA SISWA KELAS X DI
SMK NEGERI 1 BALONGAN
PROPOSAL SKRIPSI
oleh:
Bayu Indrawan
882010112013
PROGRAM STUDI
BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
WIRALODRA
INDRAMAYU
2016
A.
Latar Belakang
Menulis merupakan
keterampilan yang harus dikuasai setiap siswa melalui proses yang cukup
panjang. Menulis memerlukan adanya pengetahuan, waktu dan pengalaman. Selain
fasilitator dan motivator, guru dituntut profesional dalam menguasai materi
agar siswa memahami apa yang menjadi tujuan pembelajaran dan dapat
mengungkapkan ide-idenya dalam bentuk tulisan. Ide-ide itu dapat digali dari
berbagai sumber, misalnya dengan membaca dan mendengarkan pembicaraan orang
lain bahkan dari suatu bentuk yang dilihatnya.
Menulis adalah sebagai
kegiatan penyampaian pesan (komunikasi) dengan menggunakan bahasa tulis sebagai
alat atau medianya (Suparno dan Yunus, 2008:1.3). Oleh sebab itu, dapat
dikemukakan bahwa menulis merupakan suatu rangkaian proses mulai dari
memikirkan gagasan yang akan disampaikan kepada pembaca sampai dengan
menentukan cara mengungkapkan atau menyajikan gagasan itu dalam rangkaian
kalimat. Kegiatan menulis bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan berpikir dan
memperluas wawasan karena sebuah tulisan sangat dipengaruhi oleh wawasan yang
dimiliki seseorang yang menulisnya.
Menulis membutuhkan kemampuan
mengorganisasikan pikiran, banyak pilihan kata yang sulit untuk dipakai secara
tepat guna membentuk rangkaian kalimat yang mengandung pikiran pokok yang
tepat. Kegiatan menulis juga membutuhkan latihan karena dengan berlatih dapat
memotivasi diri untuk mengembangkan ide-ide yang dimiliki. Seseorang dengan
banyak berlatih menulis akan semakin mahir untuk menuangkan ide-ide yang ada
dalam pikirannya. Setelah terbiasa menulis, seseorang akan merasa senang atau
nyaman untuk menulis, sehingga menulis bukanlah sebagai suatu yang menyebalkan,
tetapi sesuatu yang menyenangkan. Sebelum sampai pada rangkaian kalimat yang
baik, setiap penulis harus mampu mengungkapkan pikirannya, minimal lewat apa
yang di lihat.
Salah satu cara supaya siswa terampil
dalam menulis adalah melatih siswa Menulis gagasan dengan menggunakan pola urutan
waktu dan tempat dalam bentuk paragraf naratif
yaitu termasuk suatu kegiatan memaparkan
suatu cerita atau karangan dengan bentuk tulisan. Narasi atau naratif adalah
karangan yang menyajikan serangkaian peristiwa. Karangan jenis ini berusaha
menyampaikan serangkaian kejadian menurut urutan terjadinya (kronologis),
dengan maksud memberi arti kepada sebuah kejadian atau serentetan kejadian, dan
agar pembaca dapat memetik hikmah dari cerita itu. Gagasan utama adalah gagasan
yang menjadi dasar pengembangan sebuah paragraf. Sebuah paragraf terdiri dari
sebuah gagasan yang menjadi dasar terbentuknya sebuah wacana. Agar sebuah
gagasan dikembangkan menjadi paragraf naratif perlu ketelitian dalam membuat
pola urutan waktu dan tempat yang tepat agar menjadi sebuah narasi. Narasi merupakan bentuk karangan pengisahan suatu
cerita atau kejadian.
Dalam kurikulum KTSP
sekolah menengah atas semester 1 kelas X, tepatnya pembelajaran dengan
Kompetensi Dasar (KD) yaitu Menulis
gagasan dengan menggunakan pola urutan waktu dan tempat dalam bentuk paragraf
naratif dengan indikator: (1) Mendaftar topik-topik
yang dapat dikembangkan menjadi paragraf naratif. (2) Menyusun
kerangka paragraf naratif berdasarkan kronologi waktu dan peristiwa. (3) Mengembangkan
kerangka yang telah dibuat menjadi paragraf naratif. (4) Menyunting
paragraf naratif yang ditulis teman
berdasarkan kronologi, waktu, peristiwa, dan EYD. (5) Menggunakan kata ulang
dalam paragraf naratif.
Dengan kompetensi ini siswa dituntut untuk memiliki keterampilan berbahasa,
khususnya terampil menulis narasi.
Dalam penelitian ini
penulis menggunakan metode belajar mandiri untuk mengukur efektifitas dan minat
menulis siswa kelas X semester 1 SMK N 1 Balongan.
Ada
beberapa istilah yang mengacu pada pengertian yang sama tentang belajar
mandiri. Istilah-istilah tersebut antara lain adalah 1) independent learning,
2) sel-directed learning, 3) autonomous learning. Wedemeyer (1973) menjelaskan
bahwa belajar mandiri adalah cara belajar yang memberikan derajat kebebasan,
tanggung jawab dan kewenangan yang lebih besar kepada pebelajar dalam
merencanakan dan melaksanakan kegiatan-kegiatan belajarnya. Pebelajar
mendapatkan bantuan bimbingan dari guru atau orang lain tapi bukan bearti harus
bergantung kepada mereka. Rowntree (1992), mengutip pernyataan Lewis dan
Spenser (1986) menjelaskan bahwa ciri utama pendidikan terbuka yang menerapkan
sistem belajar mandiri adalah adanya komitmen untuk membantu pebelajar
memperoleh kemandirian dalam menentukan keputusan sendiri tentang 1) tujuan
atau hasil belajar yang ingin dicapainya; 2) mata ajar, tema, topic atau issu
yang akan ia pelajari; 3) sumber-sumber belajar dan metode yang akan digunakan;
dan 4) kapan, bagaimana serta dalam hal apa keberhasilan belajarnya akan diuji
(dinilai). Dari beberapa pendapat ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa dalam
pendidikan dengan sistem belajar mandiri pebelajar diberikan kemandirian (baik
secara individu atau kelompok) dalam menentukan 1) tujuan belajarnya (apa yang
harus dicapai); 2) apa saja yang harus dipelajari dan dari mana sumber
belajarnya (materi dan sumber belajar); 3) bagaimana mencapainya (strategi
belajar); dan 4) kapan serta bagaimana keberhasilan belajarnya diukur
(evaluasi).
B.
Identifikasi Masalah
Dari uraian latar belakang
di atas, maka dapat diidentifikasikan dalam beberapa masalah sebagai berikut:
1.
Kurangnya minat menulis siswa kelas X SMK N 1 Balongan.
2.
Metode belajar mandiri yang masih jarang digunakan oleh guru.
C.
Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang
dan identifikasi masalah, masalah yang akan dikaji lebih lanjut dalam
penelitian ini dibatasi pada keefektifan teknik belajar mandiri dalam pembelajaran menulis narasi siswa
kelas X SMK N 1 Balongan. Peneliti memilih permasalahan tersebut dikarenakan
selama ini siswa merasa kesulitan mencari ide atau gagasan saat menulis. Selain
itu, kurangnya teknik yang digunakan oleh guru dalam pembelajaran menulis,
khususnya menulis narasi sehingga kemampuan menulis narasi siswa masih rendah.
Dalam penelitian ini, peneliti akan mencoba menggunakan teknik belajar mandiri dalam
pembelajaran menulis, khususnya menulis narasi. Dengan menggunakan teknik belajar mandiri dalam
pembelajaran menulis narasi diharapkan dapat meningkatkan kemampuan menulis
narasi.
D.
Rumusan Masalah
1.
Apakah metode
belajar mandiri efektif digunakan dalam pembelajaran menulis paragraf narasi
pada siswa kelas X SMK N 1 Balongan?
2.
Apakah minat
menulis siswa SMK N 1 Balongan dapat ditingkatkan dengan pembelajaran yang menggunakan
metode belajar mandiri?
E.
Tujuan Penelitian
1. Untuk
mengetahui apakah metode belajar mandiri efektif digunakan dalam pembelajaran
menulis paragraf narasi pada siswa kelas X SMK N 1 Balongan?
2. Untuk
mengetahui apakah minat menulis
siswa SMK N 1 Balongan dapat ditingkatkan dengan pembelajaran yang menggunakan
metode belajar mandiri?
F.
Manfaat Penelitian
Penelitian yang dilakukan
ini sekiranya dapat bermanfaat bagi semua pihak yang menerapkannya. Beberapa
manfaat yang diharapkan dapat diambil dari penelitian ini, sebagai berikut:
- Bagi siswa, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai teknik pembelajaran yang efektif bagi siswa dalam meningkatkan keterampilan menulis narasi.
- Bagi guru, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan dapat dimanfaatkan oleh guru SMK, khususnya guru Bahasa Indonesia dalam mengefektifkan pembelajaran menulis.
- Bagi pihak sekolah, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukkan positif terhadap kemajuan sekolah
G. Landasan
teori
Pengertian
Pembelajaran
Pembelajaran pada hakikatnya
adalah suatu proses interaksi antara guru dengan siswa, baik secara langsung
dalam proses kegiatan belajar mengajar maupun secara tidak langsung yaitu
dengan menggunakan media pembelajaran (Rusman, 2011: 134). Definisi lain
mengatakan bahwa pembelajaran merupakan suatu langkah-langkah tertentu yang
ditempuh guru untuk membangun pengalaman belajar siswa dengan berbagai
keterampilan proses sehingga siswa mendapatkan pengalaman dan pengetahuan baru
(Zainon, 2011). Dalam proses pendidikan di sekolah, pembelajaran merupakan
aktivitas utama dalam rangka mencapai tujuan pendidikan yang dipengaruhi oleh
aktivitas guru dalam cara mengajar yang efektif (Indah, 2011). Selanjutnya,
Usman, 2000 (Indah, 2011) mengatakan pembelajaran sebagai suatu proses hubungan
timbal balik antara guru dan siswa yang berlangsung dalam situasi edukatif
untuk mencapai tujuan tertentu.
Dalam rangka menunjang
proses pembelajaran, maka dibutuhkan komponen pembelajaran. Komponen
pembelajaran diantaranya meliputi tujuan, bahan atau materi, model atau metode,
alat atau media dan penilaian atau evaluasi (Fendra, 2011). Menurut Sudjana,
1989 (Muhfida, 2011) yang termasuk dalam komponen pembelajaran adalah tujuan,
bahan, metode dan alat serta penilaian. Sejalan dengan pendapat tersebut,
definisi lain juga menyebutkan komponen-komponen pembelajaran yang terdiri atas
tujuan, bahan, media, strategi, dan evaluasi pembelajaran (Rudi Susilana,
2011).
Dari berbagai pendapat di
atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran meru pakan hubungan timbal balik
yang efektif antara guru dan siswa dengan serangkaian langkah-langkah tertentu
yang telah ditentukan guru. Langkahlangkah pembelajaran yang telah ditentukan
oleh guru sebelumnya tersebut adalah dalam rangka mencapai tujuan yang ingin
dicapai yang disesuaikan dengan bahan atau materi, media pembelajaran yang
mendukung, strategi pembelajaran baik berupa model atau metode serta evaluasi
sebagai bentuk penilaian hasil dari pembelajaran yang telah dilaksanakan.
Dengan demikian, agar
pelaksanaan pembelajaran berjalan dengan
baik, pembelajaran harus disesuaikan terlebih dahulu
dengan komponenkomponen
pembelajaran yang ada. Penyesuaian tersebut diharapkan
mampu membangun berbagai keterampilan dan pengalaman siswa dalam situasi
hubungan timbal balik yang efektif guna mencapai hasil belajar yang optimal dan
pencapaian tujuan pembelajaran lain yang ingin dicapai.
Pengertian
Menulis
Menulis dapat didefinisikan sebagai
suatu kegiatan penyampaian pesan (komunikasi) dengan menggunakan bahasa tulis
sebagai alat medianya (Suparno dan Yunus, 2008: 1.3). Sementara Tarigan (2008:
22), menyatakan, menulis adalah menemukan atau melukiskan lambang-lambang grafik
yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang sehingga orang
lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa
dan gambaran grafik itu. Menurut Byrne dalam Slamet (2007: 141) mengungkapkan
bahwa keterampilan menulis pada hakikatnya bukan sekedar kemampuan menulis
simbol-simbol grafis sehingga berbentuk kata, dan kata-kata dapat disusun
menjadi kalimat menurut peraturan tertentu, melainkan keterampilan menulis
adalah kemampuan menuangkan buah pikiran ke dalam bahasa tulis melalui
kalimat-kalimat yang dirangkai secara utuh, lengkap, dan jelas sehingga buah
pikiran tersebut dapat dikomunikasikan kepada pembaca dengan berhasil.
Menulis adalah proses pembelajaran
aktif yang dijadikan kunci untuk meningkatkan komunikasi (baik tertulis maupun
lisan) dan berpikir, menulis adalah proses sosial dalam bentuk formal maupun
informal, dan menulis adalah kegiatan utama (walaupun tidak eksklusif) dalam
kegiatan sosial.
Menurut Lado (dalam Tarigan, 2008: 22) mengatakan
bahwa: menulis adalah kegiatan mengungkapkan pikiran ke dalam bentuk
simbol-simbol grafik untuk menjadi kesatuan bahasa yang dimengerti, sehingga
orang lain dapat membaca simbol-simbol bahasa tersebut.
Begitu pula menurut Hernowo (2002:
116) bahwa menulis adalah melahirkan pikiran atau perasaan (seperti mengarang,
membuat surat) dengan tulisan. Dengan demikian, menulis merupakan serangkaian
kegiatan untuk mengemukakan suatu ide atau gagasan dalam bentuk lambang bahasa
tulis agar dapat dibaca oleh orang lain.
Dalam kegiatan menulis, diperlukan
adanya kompleksitas kegiatan untuk menyusun karangan secara baik yang meliputi:
1) keterampilan gramatikal, 2) penuangan isi, 3) keterampilan stilistika, 4)
keterampilan mekanis, dan 5) keterampilan memutuskan (Heaton dalam Slamet,
2007: 142). Sejalan dengan hal tersebut kemampuan menulis menurut Akhadiah dkk.
(1994: 2) merupakan kemampuan yang kompleks, yang menuntut sejumlah pengetahuan
dan keterampilan. Sehubungan dengan kompleksnya kegiatan yang diperlukan untuk
kegiatan menulis, maka menulis harus dipelajari atau diperoleh melalui proses
belajar dan berlatih dengan sungguh-sungguh.
DePorter dan Hernacki (2003: 179)
menjelaskan bahwa menulis adalah aktivitas seluruh otak yang menggunakan
belahan otak kanan (emosional) dan belahan otak kiri (logika). Dalam hal ini
yang merupakan bagian logika adalah perencanaan, outline, tata bahasa,
penyuntingan, penulisan kembali, penelitian, dan tanda baca. Sementara itu yang
termasuk bagian emosional ialah semangat, spontanitas, emosi, warna, imajinasi,
gairah, ada unsur baru, dan kegembiraan.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat
didefinisikan menulis adalah serangkaian proses kegiatan yang kompleks yang
memerlukan tahapan-tahapan, dan menuangkannya ke dalam bentuk tulisan sehingga pembaca
dapat memahami isi dari gagasan yang disampaikan. Dengan kata lain bahwa
menulis merupakan serangkaian kegiatan yang akan melahirkan pikiran dan
perasaan melalui tulisan untuk disampaikan kepada pembaca.
Pengertian
Narasi
Narasi merupakan salah satu bentuk
karangan yang diterapkan dalam proses pembelajaran yaitu dalam pelajaran bahasa
Indonesia. Keraf (20101: 136) mengungkapkan bahwa narasi dapat dibatasi sebagai
suatu bentuk wacana yang sasaran utamanya adalah tindak tanduk yang dijalin dan
dirangkaikan menjadi sebuah peristiwa yang terjadi dalam suatu waktu.
Sedangkan menurut Semi (1990: 32)
narasi merupakan bentuk percakapan atau tulisan yang bertujuan menyampaikan
atau menceritakan rangkaian peristiwa atau pengalaman manusia berdasarkan
perkembangan dari waktu ke waktu. Atau dapat juga dirumuskan dengan cara lain:
narasi adalah suatu bentuk wacana yang berusaha menggambarkan dengan
sejelas-jelasnya kepada pembaca suatu peristiwa yang telah terjadi berdasarkan
urutan waktu. Hal ini berarti bahwa dalam menulis narasi yang perlu menjadi
perhatian utama adalah urutan waktu dari sebuah wacana tersebut.
Menurut Slamet (2007: 103), narasi
adalah ragam wacana yang menceritakan proses kejadian suatu peristiwa.
Sasarannya adalah memberikan gambaran yang sejelas-jelasnya kepada pembaca
mengenai fase, urutan, langkah, atau rangkaian terjadinya suatu hal. Sementara,
menurut Wibowo (2001: 59) narasi adalah bentuk tulisan yang menggarisbawahi
aspek penceritaan atas suatu rangkaian peristiwa yang dikaitkan dengan kurun
waktu tertentu, baik secara objektif maupun imajinatif.
Narasi memiliki ciri-ciri yang dapat dicermati oleh pembaca. Lebih lanjut
Semi (1990: 33-34) mengungkapkan bahwa narasi mempunyai ciri penanda sebagai
berikut:
- Berupa cerita tentang peristiwa atau pengalaman manusia;
- Kejadian atau peristiwa yang disampaikan dapat berupa peristiwa atau kejadian yang benar-benar terjadi, dapat berupa semata-mata imajinasi, atau gabungan keduannya;
- Berdasarkan konflik. Karena, tanpa konflik biasanya narasi tidak menarik;
- Memiliki nilai estetika karena isi dan cara penyampainnya bersifat sastra, khususnya narasi yang berbentuk fiksi;
- Menekankan susunan kronologis (catatan: menekankan susunan ruang)
- Biasanya memiliki dialog
Dari penjelasan di atas, tampak bahwa
narasi memiliki ciri-ciri khusus, yaitu berkaitan dengan peristiwa atau
pengalaman manusia yang benar-benar terjadi. Biasanya narasi berupa konflik,
memiliki estetika, urut sesuai dengan kronologis, dan memiliki dialog. Bentuk
tulisan narasi berusaha untuk menciptakan, mengisahkan, dan merangkaikan
perbuatan manusia dalam sebuah peristiwa.
Adapun hal-hal yang berkaitan dengan
narasi dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
Jenis Narasi
Menulis narasi dapat dibedakan
menjadi dua jenis yaitu, narasi ekspositoris dan narasi sugestif. Narasi
ekspositoris adalah narasi yang menyampaikan informasi mengenai berlangsungnya
suatu peristiwa (Keraf, 2010: 136), yang berarti bahwa narasi ekspositoris
merupakan suatu narasi yang hanya mengisahkan suatu kejadian yang telah ada.
Sementara itu narasi sugestif adalah suatu rangkaian peristiwa yang disajikan
sekian macam sehingga merangsang daya khayal para pembaca (Keraf, 2010: 138),
dalam hal ini bahwa narasi sugestif terjadi karena adanya serangkaian cerita
yang dibumbuhi dengan imajinasi penulis. Supaya lebih jelas, maka di bawah ini
dijelaskan dalam tabel perbedaan dari kedua narasi tersebut:
Tabel Perbedaan Narasi Ekspositoris dan Narasi
Sugestif
Narasi Ekpositoris
|
Narasi Sugestif
|
1.
Memperluas pengetahuan.
2.
Menyampaikan informasi mengenai suatu kejadian.
3.
Didasarkan pada penalaran untuk mencapai kesepakatan
nasional.
4.
Bahasanya lebih condong ke bahasa informatif dengan pengunaan
kata-kata denotatif.
|
1.
Menyampaikan suatu makna atau makna secara tersirat.
2.
Menimbulkan daya khayal.
3.
Penalaran hanya berfungsi sebagai alat untuk menyampaikan
makna.
4.
Bahasanya lebih condong ke bahasa figuratif dengan penggunaan
kata-kata konotatif.
|
Kegiatan menulis melibatkan aspek
penggunaan tanda baca dan ejaan, penggunaan diksi dan kosakata, penataan
kalimat, pengembanagan paragraf, pengolahan gagasan dan pengembangan model
karangan (Slamet, 2007: 209). Sehubungan dengan itu menurut Zaini Machmoed
dalam Nurgiyantoro (2009: 305) menyatakan bahwa kategori-kategori pokok dalam
mengarang meliputi: a. kualitas dan ruang lingkup isi, b. organisasi dan
penyajian isi, c. gaya dan bentuk bahasa, d. mekanik: tata bahasa, ejaan, tanda
baca, kerapian tulisan, dan kebersihan, dan e. respon efektif guru terhadap
karya tulis. Sejalan dengan hal tersebut Harris dan Amran dalam Nurgiyantoro
(2009: 306) mengemukakan bahwa unsur-unsur mengarang yang dinilai adalah content
(isi, gagasan yang dikemukakan), form (organisasi isi), grammar (tata
bahasa dan pola kalimat), style (gaya: pilihan struktur dan kosa kata),
dan mechanics (ejaan). Apabila dilihat dari kedua pendapat tersebut
dapat disimpulkan bahwa unsur utama dalam mengarang yang dinilai adalah
kualitas isi karangan yang selanjutnya diikuti dengan organisasi, gaya bahasa,
ejaan, dan tanda baca. Oleh karena itu, pembobotan atau skor penilaian untuk
unsur utama dan terpenting ini memiliki porsi lebih besar bila dibandingkan
dengan unsur yang lain.
Pengertian Belajar Mandiri
Sampai saat ini, belajar mandiri dikenal sebagai salah
satu metode pembelajaran yang diterapkan dalam pendidikan terbuka. Tidak semua
orang memahami dengan baik pengertian belajar mandiri, bahkan akademisi.
Berdasarkan pengalaman peneliti, beberapa akademisi (mahasiswa) masih banyak
yang memahami betul istilah yang terkait dengan belajar mandiri seperti belajar
individual, belajar sendiri, belajar terbuka atau jarak jauh. Ada bebepara
pertanyaan yang muncul dikalangan akademisi berkaitan dengan pengertian belajar
mandiri. Berangkat dari persoalan itu, maka peneliti akan mencoba merumuskan
pengertian belajar mandiri melalui pendapat beberapa tokoh.
Menurut Wedemeyer (1963) menjelaskan bahwa belajar
mandiri adalah cara belajar yang memberikan derajat kebebasan, tanggung jawab,
dan kewenangan yang lebih besar kepada pembelajar dalam melaksanakan dan
merencanakan kegiatan-kegiatan belajarnya.
Menurut Rowntree (1992), mengutip pernyataan Lewis
dan Spenser (1986) menjelaskan behwa belajar mandiri adalah adanya komitmen
untuk membantu pembelajar memperoleh kemandirian dalam menentukan keputusan sendiri
tentang tujuan atau hasil belajar yang dicapai, mata ajar dan tema yang akan
dipelajari, sumber-sumber belajar serta metode yang akan dipelajari, kapan,
bagaimana serta dalam hal apa keberhasilan yang akan diuji.
Menurut Knowless (1975), belajar mandiri adalah
suatu proses dimana individu mengambil inisiatif dengan atau tanpa bantuan dari
orang lain untuk mendiagnosa kebutuhan belajarnya sendiri, merumuskan atau
menentukan tujuan belajarnya sendiri, mengidentifikasi sumber-sumber belajar,
memilih dan melaksanakan strategi belajarnya, serta mengevaluasi hasil
belajarnya sendiri.
Menurut Haris Mujiman, belajar mandiri adalah
kegiatan belajar yang diawali dengan kesadaran adanya masalah, disusul dengan
timbulnya niat melakukan kegiatan belajar secara sengaja untuk menguasai
sesuatu kompetensi yang diperlukan guna mengatasi masalah.
Dari pendapat beberapa ahli diatas, dapat
disimpulkan bahwa belajar mandiri adalah kegiatan belajar aktif, yang didorong
oleh niat atau motif untuk menguasai sesuatu kompetensi guna mengatasi sesuatu
masalah, dan dibangun dengan betul pengetahuan atau kompetensi yang telah
dimiliki.
Penjelasan untuk batasan tersebut diatas adalah
sebagai berikut :
a. Kegiatan
belajar aktif merupakan kegiatan belajar yang memiliki ciri keaktifan pembelajar,
persistensi, keterarahan, dan kreativitas untuk mencapai tujuan.
b. Motif,
atau niat, untuk menguasai sesuatu kompetensi adalah kekuatan pendorong
kegiatan belajar secara intensif, persistem, terarah dan kreatif.
c. Kompetensi
adalah pengetahuan, atau ketrampilan, yang dapat digunakan untuk memecahkan
masalah.
d. Dengan
pengetahuan yang telah dimiliki pembelajar mengolah informasi yang diperoleh
dari sumber belajar, sehingga menjadi pengetahuan ataupun keterampilan baru
yang dibutuhkannya.
e. Tujuan
belajar hingga evaluasi hasil belajar, ditetapkan sendiri oleh pembelajar,
sehingga ia sepenuhnya menjadi pengendali kegiatan belajarnya. Dalm status
pelatihan dalam sistem pendidikan formaltradisional, tujuan akhir belajar dari
setiap unit penugasan dapat ditetapkan oleh pengajar, tetapi tujuan-tujuan
antaranya ditetapkan sendiri oleh pembelajar.
Dari batasan itu dapat diperoleh gambaran bahwa
seseorang yang sedang menjalankan kegiatan belajar mandiri lebih ditandai, dan
ditentukan, oleh motif yang mendorongnya belajar. Bukan oleh kenampakan fisik
kegiatan belajarnya. Pembelajar tersebut secara fisik bisa sedang belajar
sendirian, belajar kelompok dengan kawan-kawannya atau bahkan sedang dalam
situasi belajar klasikal dalam kelas tradisonal. Akan tetapi, bila motif yang
mendorong kegiatan belajarnya adalah motif untuk menguasai sesuatu kompetensi
yang ia inginkan, maka ia sedang menjalankan belajar mandiri. Belajar mandiri
jenis ini dapat pula disebut sebagai Self Motivated Learning.
Belajar mandiri memungkinkan siswa belajar secara
mandiri dari bahan cetak, siaran maupun bahan pra rekam yang telah terlebih
dahulu disiapkan, istilah mandiri menegaskan bahwa kendali belajar serta
keluwesan waktu maupun tempat belajar terletak pada pembelajar yang belajar.
Dengan demikian, belajar mandiri sebagai metode yang
dapat didefinisikan sebagai suatu pembelajaran yang memposisikan pembelajar
sebagai penanggung jawab, pemegang kendali, pengambil keputusan atau inisiatif
dalam memenuhi dan mencapai keberhasilan belajarnya sendiri dengan atau tanpa
bantuan dari orang lain.
H.
Asumsi
dan Hipotesis
Asumsi
Menurut arikunto (2002:61) asumsi atau anggapan
dasar adalah suatu hal yang diyakini kebenarannya oleh penulis yang dirumuskan
secara jelas. Oleh karena itu dari penelitian ini sebagai berikut:
1.
Menulis narasi diajarkan di SMK N 1
Balongan.
2.
Keberhasilan pembelajaran berkaitan
dengan ketepatan dalam memilih teknik pembelajaran.
3.
Salah satu teknik yang dapat diterapkan
dalam pembelajaran menulis narasi adalah metode belajar mandiri.
4.
Kemampuan siswa dalam menulis
berbeda-beda.
Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini yaitu penerapan
metode belajar mandiri dalam pembelajaran menulis narasi di kelas X SMK N 1
Balongan dapat meningkatkan minat menulis siswa.
No comments:
Post a Comment